082122986927 Jasa Dokumentasi Video Shooting Editing Profesional Jakarta, Depok KVP
082122986927 Jasa Dokumentasi Video, Jasa Syuting Pernikahan, Video Perusahaan, Video Profile, Video Wisuda, Dokumen Meeting, Seminar, Biografy, shooting murah, syuting jakarta, Jasa video klip, video editing, Shooting Wedding, Syuting Video, Kursus dan Pelatihan shooting dan Editing Video
Senin, 11 November 2013
Makna di Balik Pengambilan Shot Video
ditulis Oleh Diki Umbara
Melalui unsur verbal dan visual (nonverbal), diperoleh dua tingkatan makna, yakni makna denotatif yang didapat pada semiosis tingkat pertama dan makna konotatif yang didapat dari semiosis tingkat berikutnya. Pendekatan semiotik terletak pada tingkat kedua atau pada tingkat signified, makna pesan dapat dipahami secara utuh (Barthes, 1998:172-173).
Saya setuju dengan tesis yang dikemukanan ahli semiotika dunia Roland Barthes di atas, namun pada tulisan saya kali ini justru akan lebih banyak melihat dari makna pertama utamanya unsur visual (gambar) yakni makna denotatif. Penulis akan mencoba bagaimana makna-makna verbal itu dihasilkan dari sisi praktisi, si pembuat pesan ( sinematografer, videografer, filmmaker, videomaker, broadcaster). Secara spesifik penulis akan mengurai ada makna apa di balik sebuah shot. Ketika kita menonton sebuah film atau tayangan televisi, sebenarnya kita sedang menyaksikan rangkaian shot dalam sebuah scene, dan rangkaian scene dalam sebuah sequence, dan seterusnya hingga kita melihat tayangan atau film secara utuh. Disadari atau tidak disadari sebenarnya penonton telah disuguhi ratusan bahkan ribuan shot yang muncul silih berganti di layar televisi setiap harinya.
Pasti ada pesan yang ingin disampaikan oleh si pembuat dalam menciptakan rangkaian shot-shot tadi, sayangnya tidak semua pesan bisa disampaikan dengan baik dan celakanya hal ini karena ”kesalahan” dari si pembuat pesan. Shot semestinya tidak semata urusan teknis mekanis dan estetis,menyampaikan pesan akan ”berurusan” dengan falsafah, the philosophy of the shot. Wah serumit itukah? mari kita pahami sampai tuntas.
Belum ada kesepakatan tentang definisi yang benar-benar pas tentang apa itu sebenarnya shot. Ketika kita menekan tombol rec atau start sampai kita tekan sekali lagi tombol yang sama, maka itu adalah satu shot. Walaupun hanya satu detik atau bahkan sampai satu jam dari awal sampai akhir, baik bergerak maupun diam.
SHOT SIZE/Type of Shot
Shot size/type of shot atau ukuran shot adalah besar kecilnya subjek dalam sebuah frame.Type of shot itu terdiri atas :
ECU : Extreme Close Up (detail shot)
VCU : Very Close Up (shot wajah) dari atas kepala sampai dagu
BCU : Big Close Up (tight CU, full kepala), wajah memenuhi layar
CU : Close Up, dari keapala sampai pundak
MCU : Medium Close Up,
Knee, 3/4Shot :
MLS : Medium Long Shot
LS : Long Shot
ELS : Extra Long Shot (extereme LS, XLS)
Masing-masing ukuran shot di atas akan memiliki makna yang berbeda-beda ketika diimplementasikan pada pengambilan sebuah gambar/shooting.
Long Shots, secara umum penggunaan shot jauh ini akan dilakukan jika :
Untuk mengikuti area yang lebar atau ketika adegan berjalan cepat
Ketika subjek
Untuk menunjukkan dimana adegan berada/menujukkan tempat
Untuk menujukkan progres
Untuk menjukkan bagaimana posisi subjek memiliki hubungan dengan yang lain
Medium Shots, type shot seperti ini yang paling umum kita jumpai dalam film maupun televisi. Jenis shot ini adalah paling aman, karena tidak ada penekanan khusus seperti halnya pada Long Shots dan Close Shots. Semua adegan bisa ditampilkan dengan netral di sini.
Close Shots, televisi adalah media close up. Awalnya premis ini karena berkaitan dengan hal teknis. Pertama, acara dengan media televisi harus ditampilkan secara close up karena ukuran televisi yang kecil jika dibandingkan dengan layar di bioskop. Ke dua, berbeda juga dengan bisokop, acara televisi ditonton sambil lalu, akan lebih cocok menampilkan gambar-gambar dengan close shot/padat.
Tapi,yang perlu dipahami juga justru makna-makna yang ditampilkan ketika shot-shot itu dibuat secara close up. Efek close up biasanya, akan terkesan gambar lebih cepat, mendominasi, menekan. Ada makna estestis, ada juga makna psikologis.
MOVEMENT
Terdapat paradoks dalam menciptakan camera movement untuk menghasilkan perubahan visual ketika mencoba membuat invisible movement. Secara teknis hal ini dimaksudkan untuk menghindari bergesernya perhatian penonton. Caranya adalah dengan melakukan pergerakkan kamera yang mengikuti pergerakkan subjek. Tapi yang harus diperhatikan tentu saja adalah tujuan atau motivasi dari pergerakkan kamera itu dibuat. Secara umum, menurut Peter Ward dalam Digital Video Camerawork, motivasi itu antara lain :
Untuk menambah interest visual
Mengekresikan kegembiraan
Meningkatkan ketegangan
Memberikan interes pada subjek baru
Memberikan perubahan angle/sudut pandang.
Secara khusus, ada dua kaidah dalam mengontrol camera movement, yakni menyesuaikan gerakkan dengan aksi subjek sehingga gerakan kamera akan distimulasi oleh aksi dan yang kedua adanya kebutuhan untuk menjaga komposisi yang baik selama pergerakkan.
Hampir di keseluruhan shot yang ditampilkan dalam film Emergency Room atau E.R. menggunakan konsep ini, dengan demikian efek dramatis tercipta sehingga penonton akan merasakan bagaimana suasana yang sangat dinamis di setiap ruang rumah sakit. Demikian juga di beberapa filmnya Rudy Soedjarwo, walaupun menurut saya masih terasa nanggung. Jadi, apa sebenarnya motivasi Rudy membuat film dengan konsep handheld tersebut ?
ANGLE
Secara mekanis, angle atau sudut pengambilan gambar itu berhubungan erat dengan lensa kamera, baik jenis lensa yang digunakan maupun penempatan kamera itu sendiri. Masih menurut Ward, ruang internal shot sering menonjolkan kualitas emosional dari adegan. Perspektif yang normal untuk membangun shot sering digunakan secara gamblang dan langsung. Tinggi lensa akan mengendalikan bagaimana penonton mengidentifikasi subyek. Lensa rendah akan mengurangi detail level latar belakang dan menghilangkan indikasi antara latar belakang dengan objek. Posisi lensa yang tinggi memiliki efek sebaliknya.
Low Angle
Pengambilan gambar dengan low angle, posisi kamera lebih rendah dari objek akan mengakibatkan objek lebih superior, dominan, menekan.
High Angle
Kebalikan dari low angle, akan mengakibatkan dampak sebaliknya, objek akan terlihat imperior, tertekan
Dengan mengetahui dampak pesan yang akan tersampaikan dari sudut pengambilan gambar ini, diharapan sinematografer atau videografer bisa mengkonstruksi shot-shot yang akan dibuat sesuai dengan pesan apa yang ingin kita sampaikan pada penonton.
Satu sekuens yang sama akan dimaknai berbeda ketika pemlihan angle shot yan berbeda pula. Misalnya adegan demontrasi mahasiswa, rangkaian petama : 1.long shot para demontrans, 2. high angle demonstran teriak-teriak, 3. low angle polisi sedang menggebuki demonstran. 4. high angle demontran kesakitan, sedangkan rangkain ke dua : 1.long shot para demontrans, 2. low angle demonstran teriak-teriak, 3. high angle polisi sedang menggebuki demonstran. 4. low angle demontran.Dalam sekuens pertama, penonton akan memaknai rangkaian shot tersebut bahwa ada demontrasi yang dilakukan mahasiswa, polisi dengan superioritasnya bisa menangani aksi demontrasi itu dengan sikap represif, mahasiswa teretekan. Sedangkan dalam rangkain shot pada sekuens ke dua, penonton akan melihat demontrasi yang dilakukan mahasiswa walapun dijaga oleh para polisi, mahasiswa terlihat superior dan mendominasi bahkan lebih gagah dari para polisi.
Ya, ini baru satu aspek saja yakni dari angle atau sudut pengambilan gambar bisa mengahsilkan efek yang berbeda pada penonton. Jadi, angle menjadi elemen makna atau pesan. Pesan apa yang ingin disampaikan pemberi pesan ?
Secara detail, Ward mengemukan bahwa sudut lensa mana yang dipilih tergantung dari tujuan shot, yang terdiri atas :
Menonjolkan subyek prinsip
Menyediakan variasi ukuran shot
Memberikan kelebihan tambahan terhadap subyek yang dipilih
Menyediakan perubahan sudut atau ukuran shot untuk memungkinkan terjadinya inter cutting yang tidak menonjol
Menciptakan komposisi shot yang baik
Meningkatkan arah mata
Sabtu, 16 Februari 2013
Antara harga dan kualitas
Apabila
telah beberapa kali menggunakan jasa video syuting, calon konsumen
tentu tidak akan berfikir lama saat menentukan jasa video syuting yang
sesuai dengan kebutuhan. Namun apabila calon konsumen belum pernah
menggunakan jasa video shooting atau mencoba layanan baru dalam
mendokumentasikan peristiwa maka mungkin tulisan ini dapat dijadikan
panduan.
Harga dan kualitas menjadi hal yang tidak terpisahkan bagi konsumen.
Apabila memungkinkan maka konsumen memilih video shooting dengan harga
yang murah namun dengan kualitas bagus. Sebagai perumpamaan, apakah
mungkin membeli rumah dengan kualitas real estate dengan harga KPR? atau
membeli mobil kualitas Eropa dengan harga Jepang ?
Sama saat ketika calon konsumen akan membeli rumah atau mobil, maka yang
perlu dicermati adalah mengenali produk yang akan dibeli. Sebelum
menghubungi penyedia jasa video shooting, tidak salahnya konsumen
mengenali kualitas kamera yang umumnya digunakan dalam video shooting.
Untuk kualitas menengah biasanya penyedia jasa video shooting
menggunakan kamera Sony DSR PD 177 atau Sony HVR HD1000P, sedangkan
untuk kualitas tinggi penyedia jasa video shooting umumnya menggunakan
kamera kualitas full HD seperti Canon EOS 5D atau Sony PMW Ex3.
Sedangkan untuk mengetahui kualitas gambar masing-masing kamera,
konsumen dapat melihatnya melalui Youtube. Jadi manakah pilihan anda, apakah harga atau kualitas ? (@dianindrakencan)
Antara Nick Woodman, Go Pro dan Bali.
Mungkin tak banyak orang yang mengenal saat mendengar nama Nick Woodman,
tapi ketika mendengar nama Go Pro maka rasanya sudah tak asing lagi.
Padahal Go Pro lahir dari ide Nick Woodman.
Sebelum menjadi miliuner seperti sekarang, warga negara Amerika Serikat
ini sempat menghabiskan waktu untuk berwisata di Bali selama lima bulan.
Ide membuat kamera Go Pro tercetus saat para peselancar kesulitan
mengambil gambar saat melakukan surfing.
Kamera yang diikatkan pada tangan atau papan seluncur selalu terlepas sebelum dimulainya aksi.
Dalam kesulitan selalu terselip kemudahan. Ungkapan inilah yang akhirnya
jadi ide Nick Woodman untuk memborong ratusan ikat pinggang yang
terbuat dari kulit kerang di Bali. Saat membeli hanya seharga 1.90
dollar AS atau sekitar Rp.19.000,- setelah tiba di Amerika Nick Woodman
menjual kembali di pantai California seharga 60 dollar AS atau senilai
Rp.600.000,-
Hasil uang penjualan ikat pinggang buatan Bali serta ditambah pinjaman
35 ribu dollar AS dari ibu, membuat Nick Woodman mewujudkan idenya
membuat tali ikat kamera.
Keberhasilan Woodman dimulai pada tahun 2004 saat perusahaan Jepang
membeli 100 kamera Go Pro di pameran perdagangan olahraga petualangan,
hingga akhirnya Nick Woodman sendiri yang mendesain kamera serta
peralatan tambahan lainnya. Para atlet seperti atlet surfer, terjun
payung dan balap mobil tak kesulitan mengabadikan aksi mereka sendiri.
Para pengguna GoPro yang berbagi pengalaman melalui internet mempercepat
pemasaran kamera unik ini. Sekarang kamera Go Pro dijual seharga 300
dollar AS atau sekitar 3 juta rupiah. Perusahannya telah memperkerjakan
150 orang. Perusahaan teknologi Foxconn telah membeli 8.88% saham
perusahaan Go Pro bernilai 200 juta dollar AS. Kini Nick Woodman
memiliki kekayaan setidaknya 1.15 miliar dollar AS. (@dianindrakencan)
Siapkah anda untuk menjadi Citizen Journalism
Citizen journalism atau jurnalisme warga merupakan bentuk partisipasi
masyarakat dalam merekam dan melaporkan peristiwa yang ditemui. Mudahnya
masyarakat dalam merangkum dan melaporkan suatu peristiwa tidak lepas
dari semakin mudahnya dalam menggunakan alat yang dapat
mendokumentasikan peristiwa.
Apabila dahulu dalam merekam suatu moment diperlukan kamera profesional
dalam mengabadikan, maka kini dengan kamera sekelas telepon selular maka
peristiwa yang berada didepan mata langsung berada dalam genggaman.
Media sosial juga mempercepat penyebaran laporan yang diberikan oleh
warga, seperti melalui facebook, twitter dan youtube. Bahkan tak jarang
gambar yang dimiliki oleh masyarakat lebih dramatis dibandingkan milik
journalist.
Peristiwa tsunami tahun 2004 di Aceh dapat dikatakan sebagai peristiwa
besar yang menggambarkan kekuatan citizen journalism. Gambar maupun
video amatir tsunami yang terlihat sanggup mengalahkan gambar
profesional para jurnalis. Video bom bali dua tahun 2002 yang terekam
oleh wisatawan Australia bahkan menjadi petunjuk untuk menemukan pelaku.
Peristiwa banjir Jakarta yang terjadi pada tahun 2013 juga banyak
direkam oleh para warga, terutama video amatir peristiwa masuknya air
bah ke dalam lantai basement gedung UOB Jakarta Pusat digunakan hampir
seluruh televisi untuk menggambarkan betapa dahsyatnya air yang
merenggut beberapa korban jiwa tersebut. (@dianindrakencan)
jika anda membutuhkan jasa dokumentasi video baik seminar, perusahaan, proses produksi dan lain hubungi kami 08155526781
Langganan:
Postingan (Atom)