Jumat, 25 Januari 2013

Tips Menulis berita di TV

Syuting sudah selesei. Wawancara nara-sumber sudah lengkap. Footages sudah sangat banyak. Nah, sekarang bagaimana kita memulai menulis script? Apakah teknik menulis script untuk feature atau dokumenter pendek sama dengan news atau reality tv? Jawabannya, tidak sama tetapi anda bisa menggunakan teknik penulisan yang sama, yaitu: The Three Act Play atau The Three Act Structure. Tiga struktur penulisan ini diambil dari teknik pembuatan Story Telling untuk drama, teater dan film.

Ketiga teknik ini sangat mudah untuk diingat, apalagi teknik ini sudah digunakan sejak ratusan tahun lalu, jaman kerajaan Romawi yang banyak menghasilkan karya-karya sastra monolog, yang masih abadi sepanjang masa. Three Act Play adalah: 

1. Introduction 
Seringjuga dikenal sebagai Set-Up. Ini adalah segment atau sesi pengantar dari sebuah cerita. Mulai dari pengenalan topik, nama-nama subjek, lokasi, korban, dan lain-lain. Penyajiannya bisa bermacam-macam. Seperti dengan gambar (Shot), bisa menggunakan beauty shot, detail shot, wide shots hingga bird eye view. Bisa juga dengan running text atau Vox-Pop dari berbagai sumber yang pro dan kontra. Atau bisa juga dengan teknik Cliff Hanger, anda menyimpan topik yang sebenarnya hingga di akhir cerita menjadi "surprise".

2. Explanation 
Dalam website Wikipedia.org disebut sebagai Confrontation. Bagi saya, agak terlalu ekstrim kalau segment atau sesi ini disebut sebagai tempat untuk saling mendebat sesuai dengan misinya conforntation. Mungkin yang paling tepat adalah segment Explanation, yaitu tempat dimana anda akan menceritakan kejadian, keindahan, perdebatan, kajian, atau apa saja sesuai dengan introduksi sebelumnya. Penyajian, terserah dengan kreatifitas format anda. Anda bisa menyajikan dengan story telling yang konservatif, kaku dan membosankan. Atau anda bisa berkreatifitas menjelaskan isi cerita. 

3. Solution or Summary (or not)
Sekali lagi, dalam website Wikipedia.org, segment ini disebut dengan the resolution. Sekali lagi bagi saya, ini agak sedikit ekstrim walaupun boleh-boleh saja, terutama bila ingin menyajikan cerita untuk Hard News, maka Resolution menjadi penting. Sementara, kalau anda ingin fokus kepada non-news, maka anda bisa menggunakan segment ini sebagai Solution. Atau Summary alias kesimpulan. Tapi istilah di segment ini tidak wajib dan baku. Sifatnya lentur saja, anda bisa hanya menyimpulkan cerita atau mencoba memberikan solusi bila ada. Kalau tidak ada solusi, itu juga ok. Buat saja menjadi Cliff Hanger, sehingga penonton semakin penasaran pada akhir cerita.

Ketiga "act" atau "structure" ini sudah menjadi tradisi dalam dunia penulisan naskah. Selebihnya, anda bebas berkreatifitas. Mulailah dengan kata-kata yang mencerminkan hati dan pikiran anda.

Semoga bermanfaat. 

Nara

Rabu, 23 Januari 2013

Tiga teknik saat anda melakukan interview untuk acara atau reportase televisi

Tiga teknik saat anda melakukan interview atau wawancara untuk acara atau reportase televisi:

1. Always Listen
Selalu dengarkan dengan penuh perhatian pada jawaban dari nara-sumber. Konsentrasikan dan simpulkan topik-topik utama yang dapat menjadi bahan pembicaraan sambil mengkaji arah pertanyaan yang dapat mewakili suara penonton.

2. Eye Direction
Jangan pernah anda tinggalkan arah pandang mata anda dari narasumber, bila ada distraction atau gangguan dai belakang narasumber atau sisi lain, usahakan tetap berada dalam arah pandang yang sama, ini akan membantu perbincangan menjadi lebih interaktif dimana narasumber akan merasa dihargai pendapatnya. Boleh sesekali melirik ke cue card atau catatan tapi tidak boleh lebin dari 5 detik.

3. Avoid unnecessary reaction talk
Hindari reaksi percakapan yang mengungkapkan perasaan anda misalnya "yaya..." atau "benar sekali ya..." atau "Mmmmm..." dsb. Bila anda ingin merespon, sebaiknya hanya dengan manganggukkan kepala sudah cukup. Ini juga akan memudahkan anda pada saat post editing, sehingga anda tidak harus kesulitan melakukan editing suara.

Semoga bermanfaat (NRTM)

Selasa, 22 Januari 2013

Tips Jurnalis Video: Audio pada Comcorder

Salah satu kelemahan dari penggunaan kamera camcorder yang bukan profesional adalah pada rekaman audio dari narasumber. Built-in audio yang ada di Handphone, Ipad, Camera pocket (Flip Camera) dan camera video camcorder, dibuat untuk merekam ambience sehingga tidak ada koneksi audio untuk kabel XLR. Hasilnya adalah "pick up sound" dimanapun anda berada. Jadi, anda tidak akan pernah bisa mendapatkan rekaman audio yang bagus untuk wawancara anda. Nah bagaimana anda mengatasi hal ini? berikut tipsnya:

1. Bila membeli Camcorder, carilah kamera yang mempunyai koneksi input kabel RCA. Sehingga anda bisa menyambungkannya dengan XLR Cable, Microphone Cable, XLR Male to 6.35 Mono plug cable. Anda bisa menambungkan kamera dengan Dynamic Microphone untuk wawancara (bisa dengan reporter memegang mic), atau Condenser Mic, yang bisa berfungsi sebagai Shot Gun, sehingga suara dapat terekam lebih jernih sesuai dengan arah kamera.
2. Dekati Nara Sumber. Bila sedang mewawancara atau ingin mendapatkan fokus suara dari objek tertentu, dekatkan saja kamera anda sedekat mungkin dengan objek. Untuk menghindari gambar yang Extreme Shot, gunakan Wide Lens agar gambar terlihat lebih normal.
3. Rekam terpisah. Nah, ini memerlukan sedikit kerja keras karena suara direkam terpisah dengan menggunakan Digital Audio Tape Recording, setelah itu anda baru me"lip sync" dengan memadukan antara suara dan gambar pada saat post-editing.

Tips diatas ini adalah teknik terbaik, minimal anda mempunyai sound yang lebih bagus....

untuk jasa vidoe hubungi kami.

Sabtu, 19 Januari 2013

Pelatihan Video Journalism

Video Journalism, atau biasa dikenal sebagai Backpack Journalism adalah perkembangan generasi baru dari PhotoJournalism. Perbedaannya, kalau Photojournalism lebih mengandalkan kekuatan momen dan estetika dalam bentuk single frame, maka Video journalism menyajikan kekuatan momen dalam rekaman gambar video atau digital video dalam bentuk 24frame/detik (bahkan lebih) ditambah audio atau nat-sound dari momen tersebut. 

Untuk menjadi seorang Video Journalist, maka diperlukan pengetahuan skill produksi video mulai riset, script, syuting hingga editing. Ini adalah pekerjaan "single production" atau "one man show" dimana faktor subjektivitas pembuat video sangat berpengaruh kepada hasil akhir dari cerita yang disajikan. Ada tiga jenis kamera yang dapat digunakan oleh seorang Video Journalist, yaitu:

1. Three Chip Video Camera - video kamera profesional dengan 3 CCD.
2. Handy Camera - biasa dikenal sebagai Video Camcoder, lebih ringan dan simple. 
3. Digital SLR Camera - kamera foto yang dapat merekam gambar video digital,
4. Flip Camera - Kamera poket dengan sistem auto, yang bisa dimasukkan kedalam kantong saku.

Keempat jenis kamera ini mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Semuanya bergantung kepada kebutuhan masing-masing cerita. Kunci utama adalah merekam "Magic Moment" yang tepat, akurat dan faktual, karena disinilah kekuatan dari Videojournalism yang bisa syuting kapan saja, dimana saja....

Tapi ingat, 

Videojournalism is not a reality tv, it's a real story.

Minggu, 06 Januari 2013

Pelatihan Jurnalistik dan Peliputan Berita Profesional di Jakarta

HUbungi kami bagio 082122986927 untuk pendaftaran pelatihan jurnaistik.
Pelatihan jurnalistik untuk televisi ini diasuh oleh para profesional pertelevisian di Indonesia.
Biaya sangat terjangkau.
Anda akan langsung dibimbing praktek
riset liputan
wawancara narasumber
penulisan berita
cara dubbing
dan lainnya